BOLEHKAH KITA BERPINDAH – PINDAH MAZHAB...?
Itulah pertanyaan dari teman-teman yang ditanyakan, melalui
fb, sms, telfon dan berhadapan langsung.
Dari pertanyaan yang diajukan, maka dapat disimpulkan bahwa
teman-teman ini sudah ahli tentang masalah mazhab dan juga mau mengikuti mazhab,
Alhamdulillah. Walaupun demikian karena sudah ditanya, maka saya coba saja
untuk menjawabnya dengan cara mengambil pendapat ulama-ulama ahli, dan ini
bukan pendapat saya, saya hanya memindahkan saja dari kitab- kitab- kitab ulama.
Berkata Ulama:
اعلم, ان الأصح من كلام المتآخرين كالشيخ ابن حجروغيره انه يجوز
الأنتقال من مذهب الى مذهب من المذاهب المدونة ولو لمجرد التشهى سواء انتقل دواما
اوفي بعض الحادثة وان افتى اوحكم او عمل بخلافه مالم يلزم منه التلفيق
“Ketahuilah, (menurut)pendapat ashah(kuat)daripada kalam
ulama-ulama mutaakhirin, seperti Syeikh Ibnu Hajar dan lain-lain, bahwasanya
boleh berpindah-berpindah dari satu mazhab kepada mazhab yang lain, dari mazhab-mazhab
yang mudawwan( yang dibukukan), berpindah selamanya, atau pada sebagian masalah
yang terjadi saja, hukumnya sama. Walaupun ia berfatwa, menghukum atau beramal
dengan sebaliknya, selama tidak melazimkan talfiq daripadanya.”(An-Nafahat ‘ala
Syarhi Al-Waraqat: hal 170. I’annatuth-
Thalibin: 217)
Dari perkataan diatas dapat diketahui bahwa:
1. 1
Boleh berpindah-pindah mazhab
2. 2
Tidak boleh talfiq(menggabungkan beberapa mazhab atau
beberapa pendapat dalam satu masaalah). Ini berdasarkan pendapat Ulama mazhab
Hanafiy, Syafi’iy dan Hanbaliy. Adapun menurut ulama Malikiy, boleh talfiq pada
masalah ibadah saja.(Lihat: Tanwir Al- Qulub Syeikh Muhammad Amin Al-Kurdiy:
hal: 397)
Contoh talfiq.
Seseorang berwudhuk, dalam wudhuknya
itu ia menyapu sebagian kepala(ia bertaqlid kepada Imam Asy-Syafi’iy, yang
berpendapat boleh menyapu sebagian kepala pada wudhuk). Setelah berwudhuk ia
menyentuh perempuan yang boleh dinikahi tanpa bertujuan mengambil kelazatan
dari menyentuh itu(ia bertaqlid kepada Imam Malik yang mengatakan tidak batal
wudhuk),maka wudhuknya tidak sah dan batal menurut kedu Imam yang ia bertaqlid
itu, Kemudian ia shalat dengan tidak berwudhuk lagi, maka shalatnya pun tidak
sah menurut pendapat dua Imam itu. Karena menurut Imam Malik, walaupun wudhuk
tidak batal dengan menyentuh perempuan tanpa bertujuan kelazatan, tetapi wudhuk
tidak sah dengan menyapu sebagian kepala. Sedangkan menurut Imam Asy-Syafi’iy,
walaupun boleh menyapu sebagian kepala pada wudhuk, tetapi wudhuk jadi batal
dengan sebab menyentuh perempuan yang boleh yang boleh dinikahi.
Dan banyak lagi contoh-contoh yang
lain.
Sekian
0 comments:
Post a Comment