Friday, February 7, 2014

BOLEHKAH KITA BERPINDAH-PINDAH MAZHAB...?


BOLEHKAH KITA BERPINDAH – PINDAH MAZHAB...?

Itulah pertanyaan dari teman-teman yang ditanyakan, melalui fb, sms, telfon dan berhadapan langsung.

Dari pertanyaan yang diajukan, maka dapat disimpulkan bahwa teman-teman ini sudah ahli tentang masalah mazhab dan juga mau mengikuti mazhab, Alhamdulillah.  Walaupun demikian karena sudah ditanya, maka saya coba saja untuk menjawabnya dengan cara mengambil pendapat ulama-ulama ahli, dan ini bukan pendapat saya, saya hanya memindahkan saja dari kitab- kitab- kitab ulama.

Berkata Ulama:

اعلم, ان الأصح من كلام المتآخرين كالشيخ ابن حجروغيره انه يجوز الأنتقال من مذهب الى مذهب من المذاهب المدونة ولو لمجرد التشهى سواء انتقل دواما اوفي بعض الحادثة وان افتى اوحكم او عمل بخلافه مالم يلزم منه التلفيق

“Ketahuilah, (menurut)pendapat ashah(kuat)daripada kalam ulama-ulama mutaakhirin, seperti Syeikh Ibnu Hajar dan lain-lain, bahwasanya boleh berpindah-berpindah dari satu mazhab kepada mazhab yang lain, dari mazhab-mazhab yang mudawwan( yang dibukukan), berpindah selamanya, atau pada sebagian masalah yang terjadi saja, hukumnya sama. Walaupun ia berfatwa, menghukum atau beramal dengan sebaliknya, selama tidak melazimkan talfiq daripadanya.”(An-Nafahat ‘ala Syarhi Al-Waraqat: hal 170.  I’annatuth- Thalibin: 217)

Dari perkataan diatas dapat diketahui bahwa:

1. 1     Boleh berpindah-pindah mazhab
2. 2     Tidak boleh talfiq(menggabungkan beberapa mazhab atau beberapa pendapat dalam satu masaalah). Ini berdasarkan pendapat Ulama mazhab Hanafiy, Syafi’iy dan Hanbaliy. Adapun menurut ulama Malikiy, boleh talfiq pada masalah ibadah saja.(Lihat: Tanwir Al- Qulub Syeikh Muhammad Amin Al-Kurdiy: hal: 397)

Contoh talfiq.
Seseorang berwudhuk, dalam wudhuknya itu ia menyapu sebagian kepala(ia bertaqlid kepada Imam Asy-Syafi’iy, yang berpendapat boleh menyapu sebagian kepala pada wudhuk). Setelah berwudhuk ia menyentuh perempuan yang boleh dinikahi tanpa bertujuan mengambil kelazatan dari menyentuh itu(ia bertaqlid kepada Imam Malik yang mengatakan tidak batal wudhuk),maka wudhuknya tidak sah dan batal menurut kedu Imam yang ia bertaqlid itu, Kemudian ia shalat dengan tidak berwudhuk lagi, maka shalatnya pun tidak sah menurut pendapat dua Imam itu. Karena menurut Imam Malik, walaupun wudhuk tidak batal dengan menyentuh perempuan tanpa bertujuan kelazatan, tetapi wudhuk tidak sah dengan menyapu sebagian kepala. Sedangkan menurut Imam Asy-Syafi’iy, walaupun boleh menyapu sebagian kepala pada wudhuk, tetapi wudhuk jadi batal dengan sebab menyentuh perempuan yang boleh yang boleh dinikahi.

Dan banyak lagi contoh-contoh yang lain.

Sekian

0 comments:

Post a Comment