This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Friday, February 28, 2014

AKHLAQ NABI MUHAMMAD SAW


                                         AKHLAQ NABI MUHAMMAD SAW

Allah SWT, memuji akhlaq Nabi Muhammad SAW, dalam firman-Nya:

وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ

“ Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur”. ( Al- Qalam: 4)

Asbabun Nuzul

A’isyah berkata:” Tiada seorang pun yang mempunyai akhlaq melebihi akhlaq Rasulullah SAW, dan tiada seorang pun daripada sahabatnya dan tidak pula daripada keluarganya yang memanggilnya, kecuali Beliau berkata:” LABBAIKA”. Oleh karena itu maka Allah menurunkan ayat 4 surat Al-Qalam, berkenaan dengan peristiwa itu yang menerangkan keadaan akhlaq Rasulullah SAW, yang amat mulia itu”. (Lubabun Nuqul fi Asbabin Nuzul oleh Jalaluddin As-Sayuthi)

KISAH NABI MUHAMMAD SAW DENGAN ‘AKASYAH

Dari Ibnu Abbas ra, bahwa disaat Nabi Muhammad SAW, menjelang wafatnya, Beliau menyuruh Bilal untuk mengumandakan azan untuk shalat, maka berhimpunlah para sahabat, baik muhajirin maupun anshar di mesjid Rasulullah SAW, lalu Beliau shalat bersama mereka, setelah itu Beliau berkhuthbah, begini bunyinya:

يا معاشر المسلمين , اني كنت لكم نبيا وناصحا وداعيا الى الله باذنه , وكنت لكم كالأخ المشفق والأب الرحيم , من كانت له عندي مظلمة فليقم وليقتص مني قبل القصاص في القيامة 

“ Wahai umat Islam , aku adalah Nabimu, penasehatmu, dan da’i yang mengajakmu kejalan Allah dengan izin-Nya, aku denganmu bagaikan saudara kandung dan bapak yang penuh kasih sayang, barangsiapa yang teraniaya berhak menuntut balas pada pribadiku, sebelum aku dituntut balas di hari qiyamat”.

Maka tidak ada seorang pun diantara mereka yang tegak berdiri untuk menuntut balas terhadap Beliau SAW, sehingga Beliau SAW, mengulanginya dua, tiga kali. Maka ketika itu tegaklah seorang  pria bernama ‘Akasyah bin Muhsan, ia berdiri dihadapan Beliau SAW, dan berkata:” Demi ayah dan ibuku ya Rasulullah, kalau tuan tidak mengumumkan berulang-ulang, saya pun tidak mungkin memajukan tuntutan, sungguh saya pernah bersama tuan dalam perang badar , perjalanan onta saya dibelakang onta tuan, lalu saya turun dan mendekati tuan dengan tujuan dapat mencium kaki tuan, tapi tiba-tiba tuan mengangkat tongkat dan memukul onta tuan, pada saat itulah tulang rusuk saya terpukul oleh tuan, saya tidak tau apakah itu sengaja atau tidak”. Beliau SAW, menjawab:’ Wahai ‘Akasyah, hal itu memang tidak ada unsur sengaja memukulmu. Lalu Beliau SAW berkata kepada Bilal:” Wahai Bilal, ambillah tongkat saya dirumah Fatimah putri saya. Lalu Bilal keluar dari mesjid sambil meletakkan tangannya di kepalanya, ia berkata pada dirinya:” Apakah hal ini Rasulullah SAW, akan bersiap-siap menerima balasan..?. Bilal mengetuk pintu rumah Fatimah, dan ditanya:” Siapakah itu...?. Bilal menjawab:” Saya, Bilal. Saya disuruh oleh Rasulullah SAW, untuk mengambil tongkatnya”. Fatimah bertanya:” Untuk apa ayah saya menyuruh tuan mengambil tongkatnya..?. Bilal menjawab:” Sungguh Rasulullah SAW, telah bersiap untuk menerima balas pukul, ya Fatimah. Fatimah bertanya:” Siapakah yang sampai hati hendak menuntut balas pada Rasulullah SAW, ya Bilal..?. Akhirnya Fatimah mengambil tongkat dan menyerahkannya kepada Bilal dan Bilal langsung membawnya ke mesjid dan menyerahkannya kepada Rasulullah SAW, dan Rasulullah SAW, menyerahkannya kepada ‘Akasyah.
Ketika itu Abu Bakar dan Umar tegak berdiri, keduanya berkata:” Wahai ‘Akasyah, kami tidak sampai hati melihat balas pukulmu terhadap Rasulullah SAW, sebagai gantinya pukullah kami berdua. Dan Ali pun bangkit dan berkata:” Wahai ‘Akasyah, sepanjang hidupku bersama Rasulullah SAW, dan saya tidak sampai hati melihat tindak balasmu terhadap Beliau SAW, untuk itu pukullah punggungku, perutku, dan badanku ini”. Rasulullah SAW, bersabda:” Wahai Abu Bakar dan Umar, duduk tenanglah kalian berdua, sungguh tempat kalian berdua telah diketahui disisi Allah. Dan kepada Ali Beliau bersabda:” Wahai Ali duduk tenanglah kamu, sungguh tempat dan tujuanmu telah dicatat disisi Allah SWT”. Lalu Hasan dan Husain berkata:” Wahai ‘Akasyah, tiadakah kamu kenal dengan cucu Rasulullah SAW, lakukanlah balas pukulmu kepada kami berdua, berarti engkau telah puas dengan balasan itu. Rasulullah SAW, bersabda:” Wahai Hasan dan Husain buah hatiku, duduk tenanglah. Lalu Beliau SAW, bersabda kepada ‘Akasyah:” Wahai ‘Akasyah, pukullah aku jika engkau mau”. ‘Akasyah berkata:” Ya Rasulullah, dulu Tuan memukul saya, sedang saya tidak berpakaian”. Lalu Rasulullah membuka pakaiannya. Ketika itu menangislah semua umat Islam yang hadir. Dan ketika itu pula ‘Akasyah memegang dan mencium tubuh Rasulullah SAW, yang putih itu. ‘Akasyah berkata:” Kutebus dirimu dengan jiwaku ya Rusulullah, siapakah yang sampai hati untuk memukulmu, sungguh tindakanku yang seperti ini tidak lain hanyalah supaya tubuhmu yang mulia ini dapat disentuh oleh tubuhku dengan harapan tubuhku dapat terpelihara dari api neraka berkat kehormatanmu”. Rasulullah SAW, bersabda:” Ketahuilah wahai para sahabat, siapa ingin melihat ahli sorga, maka lihatlah orang ini. Maka tegaklah sekalian umat Islam dan mencium diantara kedua mata ‘Akasyah seraya berkata:” Beruntunglah kamu, telah memperoleh tempat yang tinggi dan berkawan dengan Rasulullah SAW, di sorga”. Sekian (Durratun Nashihin)
Adakah akhlaq seperti ini pada para pemimpin di zaman sekarang ini......?

Sunday, February 16, 2014

BID'AH DALAM AGAMA


BID’AH DALAM AGAMA

Pertanyaan.

Menurut ahli sunnah wal jamaah, bid’ah terbagi dua yaitu bid’ah hasanah(baik) dan bid’ah dhalalah(bid’ah sesat), tetapi ada sekolompok orang yang berpendapat bahwa bid’ah  itu hanya satu yaitu bid’ah dhalalah(bid’ah sesat).Nah, siapakah yang benar ini ?

Jawab.
Untuk mengetahui mana yang benar dan yang salah, terlebih dahulu kita harus mengetahui arti atau definisi dari kata-kata bid’ah menurut masing-masing kelompok yang berbeda pendapat itu. Baik disegi bahasa maupun menurut istilah. 

I . BIDA’H DALAM PENGERTIAN BAHASA ARAB.

Secara etimologi, bid’ah artinya setiap perkara baru yang diadakan atau diciptakan tanpa adanya contoh terlebih dahulu.

Tersebut dalam kitab kamus Munjid 

مااحدث على غير مثال سابق

“ Sesuatu yang diadakan  atas tiada contoh yang  terdahulu”.

Jadi, kalaupun dibuka seluruh kitab kamus bahasa Arab, namun arti bid’ah tetap sama, yaitu:”Membuat atau mengadakan sesuatu tanpa ada contoh terlebih dahulu”.
Kita tidak memanjangkan pembahasan bid’ah menurut bahasa, karena itu bukan tujuan kita, hanyasanya kita singgung sedikit supaya nanti dapat dibedakan antara bid’ah menurut bahasa Arab dan bid’ah menurut istilah Syara’(Agama).

II . BID’AH MENURUT ISTILAH 

Ada dua kelompok ulama yang mendefinisikan bid’ah menurut istilah syara’, yaitu:
1.       Ulama yang mendefinisikan bid’ah secara umum, yaitu setiap perkara baru yang belum, atau tidak dikerjakan dimasa Rasulullah SAW.
2.       Ulama yang mendefinisikannya secara khusus, yaitu setiap perkara baru yang diada-adakan yang bertentangan dengan syari’at Nabi Muhammad SAW.

A . DEFINISI KELOMPOK PERTAMA

Berkata Imam Asy-Syafiiy 

المحدثات في الأمور ضربان: أحدهما ما حدث يخالف كتاباً أو سنة أو أثراً أو إجماعاً فهذه البدعة الضلالة. والثاني: ما أحدث من الخير لا خلاف فيه لواحد من هذا فهي محدثة غير مذمومة.

"Perkara baru yang tidak ada di zaman Nabi Muhammad SAW itu ada dua kategori:
1.      Perkara baru yang bertolak belakang dengan Asl Qur'an, Sunnah, pendapat sahabat atau Ijma, maka itu termasuk bid'ah yang sesat (bid'ah dhalalah).
2.      Perkara baru yang termasuk baik (hasanah), tidak bertentangan dengan Al Qur'an, Sunnah, pendapat sahabat atau Ijma, maka perkara baru ini tidak tercela."( Lihat: Manaqib Asy-Syafi’iy. Hilyatul Auliya’ oleh Abu Nu’aim: 9/113)

Imam Abdurrahman bin Ismail Al-Muqadisiy Asy-Syafi’iy, yang terkenal dengan Abu Syammah(wafat: 665 H), mendifinisikan bid’ah sebagai berikut

وهو مالم يكن في عصر النبي صلى
 الله عليه وسلم، مما فعله، أو أقر عليه، أو علم من قواعد شريعته الإذن فيه، وعدم النكير
 
“Sesuatu yang tidak ada pada masa Nabi Muhammad SAW, baik perbuatannya,atau pengakuannya, atau sesuatu yang tidak diketahuikan akan adanya izin dan tiada ingkar dalam qaidah-qaidah syari’atnya”.(Lihat: Al-Baa’is ala Inkari Al-Bid’ah)

Berkata Ibnu Atsiir

البدعة بدعتان: بدعة هدى وبدعة ضلال .. فما كان في خلاف ما أمر الله به ورسوله صلى الله عليه وسلم، فهو في حيز الذم والإنكار، وما كان واقعاً تحت عموم ما ندب الله إليه وحض عليه أو رسوله فهو في حيز المدح

"Bid'ah itu ada dua macam, bid'ah huda (yang berpetunjuk) dan bid'ah dhalal (sesat), jika perkaranya bertolak belakang dengan apa yang diperintahkan Rasulullah SAW maka itu termasuk tercela dan dikecam. Jika perkara itu termasuk yang disunahkan dan dianjurkan maka perkara itu terpuji”. (lihat An-Nihayah, karangan Ibnu Al Atsir juz 1. h. 80)

Syeikh Izzuddin bin Abdissalam (wafat: 660 H), dalam kitab Qawaa’idul Ahkam, menyebutkan:

البدعة فعل مالم يعهد في عصر رسول الله صلى الله عليه وسلم

“Bid’ah adalah mengerjakan suatu pekerjaan yang tidak dikenal pada masa Rasulullah SAW”
Dan beliau membagikan bid’ah kepada lima bagi, yaitu:
1.      Bid’ah wajib
2.      Bid’ah sunat
3.      Bid’ah haram
4.      Bid’ah makruh
5.      Bid’ah mubah

Inilah sebagian daripada definisi ulama kelompok yang pertama, dan masih banyak lagi yang tidak kami sebutkan disini.
Jadi, Menurut definisi dari ulama kelompok pertama, maka bid’ah itu ada yang baik (hasanah) dan ada yang tercela( mazmumah), tidak semua bid’ah itu hasanah, dan tidak pula semuanya mazmumah dan dhalalah(sesat).Yang sesuai dengan sunnah, maka itu bid’ah hasanah dan yang bertentangan dengannya dinamakan bid’ah mazmumah dan dhalalah.

B .DEFINISI KELOMPOK KEDUA

Berkata As-Sayuthi:

والبدعة عبارة عن فعلة تصادم الشريعة بالمخالفة، أو توجب التعاطي عليها بزيادة أو نقصان

,”Bid’ah adalah ungkapan tentang perbuatan yang bertabrakan dengan syari’at dengan cara menyelisihinya atau melakukannya dengan cara menambah atau mengurangi” ( Al-Amru Bi Tiba’  wan Nahyi anil Ibtida’ :1 hal 5)

. Ibnu Rajab Al-Hanbali berkata:

بدعة : وهي ما أحدث على خلاف أمر الشارع ، ودليله الخاص أو العام
 ابتداع الأمور التي ليس لها أصل في الشرع ، أما ما كان مبنيا على قواعد الأصول ومردودا إليها . فليس ببدعة ولا ضلالة .
" Bid'ah adalah sesuatu yang baru yang diada-adakan atas sebalik perintah Syari', dan dalilnya yang khusus atau umum. Mengadakan perkara yang tidak ada asalnya pada syara’. Adapun sesuatu yang terbangun diatas qaidah-qaidah usul(syara’) dan dikembalikan kepadanya, maka itu bukan bid’ah dan tidak sesat".(Lihat: Tuhfatu Rabaniyah Syarah Arbain An-Nawawi : Hadits ke 28)

Berkata Asy-Syathibiy

البدعة طريقة في الدين مخترعة تضاهي الشرعية ، يقصد بالسلوك عليها المبالغة في التعبد لله

” Bid’ah adalah sebuah tata cara dalam agama yang dibuat-buat yang menyerupai syari’at yang maksudnya adalah berlebih-lebihan dalam beribadah kepada Allah( Lihat: Al-I’tisham)

Sa’id bin Ali bin Wahaf  Al-Qahthaniy berkata:

وهي التي لم يدل عليها دليل شرعي لا من كتاب، ولا سنة، ولا إجماع، ولا استدلال معتبر عند أهل العلم، لا في الجملة ولا في التفصيل؛

“Bid’ah adalah sesuatu yang tidakmenunjuki oleh dalil syara’ atasnya, tidak ada dalam Kitab (Al-Quran), tidak ada dalam sunnah, tidak ada dalam ijma’ , tidak menunjuki dalil yang mu’tabar(yang dapai dipakai) menurut ahli ilmu, tadak ada secara global, dan tidak ada secara terperinci”. :( Nurussunnah wa Dhulmatulbid’ah .1 hal 28)

Syeikh Ahmad bin Asy-Syaikh Hijaziy Al-Fasyaniy berkata:

ما آحدث على خلاف امر الشارع ودليله الخاص او العام. فآن الحق فيما جاء به الشرع وليس بعد الحق الا الضلال

" Bid'ah adalah sesuatu yang baru yang diada-adakan atas sebalik perintah Syari', dan dalilnya yang khusus atau umum. Karena kebenaran itu pada apa yang dibawa oleh syara’, dan tidak ada yang datang sesudah kebenaran kecuali kesesatan”.(Lihat: Majalisusaniah, hal 87, hadits ke 28)

Berkata Ibnu Umar RA.

وعن ابن عمر رضي الله عنه، قال: كل بدعة ضلالة وإن رآها الناس حسنة.

Dari Abdullah bin Umar radliyallahu ‘anhuma ia berkata,” Setiap bid’ah itu sesat walaupun dipandang baik oleh manusia”.(Al- Amru bi Il- Itba' wan Nahyu  Anil Ibtida': 1/ 3)

Inilah diantara difinisi-definisi dari ulama kelompok kedua. 

Jadi. Menurut definisi dari ulama kelompok kedua ini, semua bid’ah dalam agama adalah mazmumah dan dhalalah(sesat). Walaupun orang-orang menganggapnya baik. Adapun yang tidak bertentangan dengan qaidah-qaidah syara’, maka itu bukanlah bid’ah dan tidak sesat.

C . KESIMPULAN.

Setelah kita memperhatikan semua definisi bid’ah dari kedua kelompok ulama nampaklah bagi kita bahwa:
1.       Urusan atau perbuatan yang bersangkutan dengan agama yang tidak dikenal atau dikerjakan dimasa Rasulullah SAW,dan baru dikerjakan sesudah Beliau wafat, apabila  bertentangan dengan perintah Allah dan Rasulullah SAW, atau tidak bersumber dari Al-Quran, Alhadits, Ijma’, atau tidak didapatkan dalinya secara khusus atau umum dalam agama, maka semua ulama sepakat untuk memberi istilah kepada perbuatan ini dengan ‘Bid’ah mazmumah(yang tercela), atau bid’ah dhalalah(sesat), atau bid’ah qabihah( yang keji)’.
2.       Adapun perbuatan yang bersangkutan dengan agama yang tidak dikerjakan dimasa Rasulullah SAW, dan baru dikerjakan sesudah Beliau wafat, apabila terdapat sumbernya dari Al-Quran, Al-Hadits, Ijma’, atau qa’idah-qa’idah syara’, baik secara khusus atau umum, maka menurut sebagian ulama perbuatan ini dinamakan dengan “bid’ah hasanah(baik), atau bid’ah mahmudah(terpuji). Sedangkan menurut sebahagian yang lain, perbuatan ini dinamakan dengan Sunnah, bukan bid’ah.
Contoh:
1.       Membukukan kitab suci Al-Quran, yang dilakukan mulanya oleh Saidina Abu Bakar Ash-Shiddiq RA, dan kemudian dilanjutkan dan disempurnakan oleh Saidina Usman bin Affan RA.
2.       Sembahyang tarawih 20 rakaat yang dikerjakan secara berjamaah sebulan penuh di mesjid yang diadakan oleh Saidina Umar RA.
3.       Azan pertama pada sembahyang jum’at yang diperintahkan oleh Saidina Usman RA.
4.       Dan banyak lagi contoh lainya.
Maka menurut sebahagian Ulama, ini semua dinamakan dengan bid’ah hasanah.Karena semua ini tidak dikerjakan dimasa Rasulullah SAW, dan baru dikerjakan oleh para sahabat Nabi yang utama, dan perbuatan mereka tidak bertentangan dengan syara’.                                                                                                      Sedangkan ulama lainnya menamakan ini semua dengan sunnah, bukan bid’ah. Karena semua ini merupakan sunnah Khulafaurrasyidin, dan Nabi SAW, memerintahkan kita untuk mengikuti sunnah mereka. Nabi SAW, bersabda:

فعليكم بسنتى وسنة الخلفاء الراشدين المهدين من بعدي

“ Wajib atas kamu memegang dengan sunnahku dan sunnah khulafaurrasyidin yang diberi petunjuk sesudahku”. (HR. Abu Daud dan Tirmiziy)

3.       Setiap urusan agama yang diada-adakan tanpa bersumber dari agama tidak boleh dikerjakan. Karena itu bid’ah dhalalah(sesat). Semua ulama sepakat tentang masalah ini. Dan setiap urusan agama yang bersumber dari agama, boleh dikerjakan walaupun urusan itu tidak dikerjakan dimasa Rasulullah SAW, karena itu adalah Bid’ah hasanah menurut sebahagian ulama, dan sunnah menurut sebahagian ulama yang lain.
4.       Perbedaan pendapat tentang masalah definisi bid’ah, hanyalah bersifat istilahnya saja, tetapi hakikatnya sama.
5.       Kedua kelompok ulama yang berbeda tinjauan tentang bid’ah itu semuanya termasuk golongan ahli sunnah wal jamaah. Walaupun definisi bid’ah yang kedua ini diikuti oleh ulama - ulama lain.
6.       Bid’ah yang maksud disini adalah bid’ah yang bersankutan dengan agama.

Hanya inilah yang dapat saya sampaikan sebagai jawaban bagi teman- teman yang bertanya kepada saya, semoga bermanfaat, dan dimana ada kesalahan tolong diperbaiki.

Saturday, February 8, 2014

HUKUM KAWIN PAKSA


HUKUM KAWIN PAKSA

Bolehkah seorang ayah memaksakan anak gadisnya untuk dinikahkan dengan orang yang tidak dicintainya...?

Marilah kita coba membahasnya.

Masalah pernikahan merupakan masalah besar. Karena dengan bernikah orang akan terikat antara satu dengan yang lain. Pernikahan bagaikan sebuah perahu yang berlayar mengarungi samudra luas, untuk itu diperlukan kebersamaan dan saling percaya antara satu dengan lainnya.

Syariat Islam menginginkan dengan pernikahan akan terwujudnya sebuah rumah tangga yang tentram, damai dan sejahtera. Hal ini tidak akan terwujud bila pernikahan tidak ditegakkan atas dasar saling cinta dan penuh kerelaan diantara semua pihak yang terlibat dalam masalah itu. Oleh karena itu, sebelum pernikahan dilangsungkan terlebih dahulu kita disuruh untuk bermusyawarah dan menanyakan pendapat dari mereka yang terlibat, sehingga nantinya tidak ada yang teraniaya dan dirugikan.

Orang yang  dibutuhkan persetujuannya dalam masalah nikah:
.
1 . Calon suami(laki-laki yang ingin dinikahkan)

Seorang laki-laki dewasa, merdeka, yang dapat mengurus dirinya sendiri, bila ingin dinikahkan wajib dimintai persetujuannya. Bila ia menyetujuinya maka nikah akan sah, tapi bila ia tidak menyetuinya maka nikah tidak sah. Persetujuan laki-laki wajib dalam bintuk perkataan, tidak boleh dengan diam. (Lihat: Bidayatul Mujtahid: pada bab nikah)

2 . Calon istri(perempuan yang akan dinikahkan). 

Perempuan yang akan dinikahkan ada dua macam,yaitu:

1.       Perempuan yang tidak perawan. Perempuan ini wajib dimintai persetujuannya.Bilai ia setuju, maka nikah jadi sah dan bila ia tidak setuju, maka tidak sah. Dan persetujuannya itu wajib dalam bentuk kata-kata, tidak boleh dengan diam.

Nabi SAW, bersabda:
الثيب أحق بنفسها من وليها
“ Perempuan yang tidak perawan lebih berhak terhadap dirinya daripada walinya”.(HR Jama’ah, kecuali Bukhariy)

2.       Perempuan yang masih perawan.

Nabi SAW, bersabda:
. والبكر تستأذن في نفسها وإذنها صماتها  .
“.          “Dan perempuan perawan dimintakan izin pada masalah dirinya. Dan izinnya itu diamnya”(HR. Jama’ah, kecuali Bukhariy)

Ulama berbeda pendapat tentang boleh atau tidaknya menikahkan perempuan yang masih perawan dengan tiada ridhanya.

Menurut pendapat Imam Malik, Imam Asy-Syafi’y, Imam Ahmad bin Hanbal, boleh bagi ayah untuk menikahkan anak gadis perawannya, belum baligh atau sudah baligh, dengan tiada ridhanya. Apabila syarat- syaratnya terpenuhi.
Sedangkan menurut Imam Abu Hanifah, bila si gadis perawan itu sudah baligh, maka tidak seorangpun boleh menikahkannya tanpa ada persetujuaannya dengan satu halpun(terpenuhi syarat atau tidak).(Lihat Kitab: Rahmatul Ummah fi Ikhtilafil Aimmah oleh Syeikh Muhammad bin Abdurrahman Ad- Damsyiqiy, pada bab nikah)

Adapun syarat-syarat yang wajib dipenuhi antara lain adalah:

1.       Antara si gadis dan walinya, tidak ada permusuhan yang nyata.
2.       Antara si gadis dan calon suaminya itu tidak ada permusuhan, baik nyata atau tidak.
3.       Bahwa dinikahkan dengan orang yang sekufu(sebanding).
(Sebanding dalam agama, keturunan(nasab),pekerjaan,dan tidak ber aib)
4.       Bahwa dinikahkan dengan orang yang sanggup membayar mahar.
Apabila semua syarat ini terpenuhi, maka nikahnya sah, tetapi bila tidak terpenuhi, maka nikah tidak sah, bila si gadis tidak menyetujuinya.(Lihat Kitab I’anatut-Thalibiin:Jilid 3 hal 309).

3 . Wali(Ayah atau lainnya, yaitu siapa saja yang berhak menjadi wali nikahnya)

Dalam hal pernikahan wajib mendapat persetujuan dan keizinan wali. Nikah tidak sah tanpa ada keizinan wali, baik nikahnya si perempuan yang tidak perawan atau perempuan yang perawan.
Nabi Muhammad SAW, bersabda:

ايما امرأة نكحت بغير اذن وليها فنكاحها باطل

“ Siapapun perempuan yang bernikah tanpa izin walinya, maka nikahnya itu batal(tidak sah)”. (HR Abu Daud, Tirmiziy)

4 . Ibu si perempuan

Ulama menganggap sunat meminta persetujuan ibu si perempuan dalam masalah pernikahan anak perempuannya. 

Nabi Muhammad SAW, bersabda:

امروا النساء في بناتهن

“ Ajaklah ibu-ibu bermusyawarah tentang anak-anak perempuan mereka” (HR Ahmad, Abu Daud)

Jika semua pihak yang bersangkutan telah sepakat dan setuju, baik ayah, ibu, si gadis( calon istri), calon suami, dan seluruh kerabat kedua belah pihak, maka perkawinannya akan harmonis dan bahagia, sehingga terwujudlah pilar-pilar rumah tangga yang dikehendaki oleh Allah SWT, yaitu rumah tangga yang tenang, penuh cinta dan kasih sayang, yang merupakan bagian dari kekuasaan Allah SWT.

Allah SWT, berfirman:

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

“ Dan diantara tanda- tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenang kepadanya, dan Dia menjadikan diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar- benar terdapat tanda- tanda bagi kaum yang berfikir”.( Ar- Rum: 21)

Inilah yang dapat saya sampaikan..Mudah-mudahan bermanfaat.