Saturday, February 8, 2014

HUKUM KAWIN PAKSA


HUKUM KAWIN PAKSA

Bolehkah seorang ayah memaksakan anak gadisnya untuk dinikahkan dengan orang yang tidak dicintainya...?

Marilah kita coba membahasnya.

Masalah pernikahan merupakan masalah besar. Karena dengan bernikah orang akan terikat antara satu dengan yang lain. Pernikahan bagaikan sebuah perahu yang berlayar mengarungi samudra luas, untuk itu diperlukan kebersamaan dan saling percaya antara satu dengan lainnya.

Syariat Islam menginginkan dengan pernikahan akan terwujudnya sebuah rumah tangga yang tentram, damai dan sejahtera. Hal ini tidak akan terwujud bila pernikahan tidak ditegakkan atas dasar saling cinta dan penuh kerelaan diantara semua pihak yang terlibat dalam masalah itu. Oleh karena itu, sebelum pernikahan dilangsungkan terlebih dahulu kita disuruh untuk bermusyawarah dan menanyakan pendapat dari mereka yang terlibat, sehingga nantinya tidak ada yang teraniaya dan dirugikan.

Orang yang  dibutuhkan persetujuannya dalam masalah nikah:
.
1 . Calon suami(laki-laki yang ingin dinikahkan)

Seorang laki-laki dewasa, merdeka, yang dapat mengurus dirinya sendiri, bila ingin dinikahkan wajib dimintai persetujuannya. Bila ia menyetujuinya maka nikah akan sah, tapi bila ia tidak menyetuinya maka nikah tidak sah. Persetujuan laki-laki wajib dalam bintuk perkataan, tidak boleh dengan diam. (Lihat: Bidayatul Mujtahid: pada bab nikah)

2 . Calon istri(perempuan yang akan dinikahkan). 

Perempuan yang akan dinikahkan ada dua macam,yaitu:

1.       Perempuan yang tidak perawan. Perempuan ini wajib dimintai persetujuannya.Bilai ia setuju, maka nikah jadi sah dan bila ia tidak setuju, maka tidak sah. Dan persetujuannya itu wajib dalam bentuk kata-kata, tidak boleh dengan diam.

Nabi SAW, bersabda:
الثيب أحق بنفسها من وليها
“ Perempuan yang tidak perawan lebih berhak terhadap dirinya daripada walinya”.(HR Jama’ah, kecuali Bukhariy)

2.       Perempuan yang masih perawan.

Nabi SAW, bersabda:
. والبكر تستأذن في نفسها وإذنها صماتها  .
“.          “Dan perempuan perawan dimintakan izin pada masalah dirinya. Dan izinnya itu diamnya”(HR. Jama’ah, kecuali Bukhariy)

Ulama berbeda pendapat tentang boleh atau tidaknya menikahkan perempuan yang masih perawan dengan tiada ridhanya.

Menurut pendapat Imam Malik, Imam Asy-Syafi’y, Imam Ahmad bin Hanbal, boleh bagi ayah untuk menikahkan anak gadis perawannya, belum baligh atau sudah baligh, dengan tiada ridhanya. Apabila syarat- syaratnya terpenuhi.
Sedangkan menurut Imam Abu Hanifah, bila si gadis perawan itu sudah baligh, maka tidak seorangpun boleh menikahkannya tanpa ada persetujuaannya dengan satu halpun(terpenuhi syarat atau tidak).(Lihat Kitab: Rahmatul Ummah fi Ikhtilafil Aimmah oleh Syeikh Muhammad bin Abdurrahman Ad- Damsyiqiy, pada bab nikah)

Adapun syarat-syarat yang wajib dipenuhi antara lain adalah:

1.       Antara si gadis dan walinya, tidak ada permusuhan yang nyata.
2.       Antara si gadis dan calon suaminya itu tidak ada permusuhan, baik nyata atau tidak.
3.       Bahwa dinikahkan dengan orang yang sekufu(sebanding).
(Sebanding dalam agama, keturunan(nasab),pekerjaan,dan tidak ber aib)
4.       Bahwa dinikahkan dengan orang yang sanggup membayar mahar.
Apabila semua syarat ini terpenuhi, maka nikahnya sah, tetapi bila tidak terpenuhi, maka nikah tidak sah, bila si gadis tidak menyetujuinya.(Lihat Kitab I’anatut-Thalibiin:Jilid 3 hal 309).

3 . Wali(Ayah atau lainnya, yaitu siapa saja yang berhak menjadi wali nikahnya)

Dalam hal pernikahan wajib mendapat persetujuan dan keizinan wali. Nikah tidak sah tanpa ada keizinan wali, baik nikahnya si perempuan yang tidak perawan atau perempuan yang perawan.
Nabi Muhammad SAW, bersabda:

ايما امرأة نكحت بغير اذن وليها فنكاحها باطل

“ Siapapun perempuan yang bernikah tanpa izin walinya, maka nikahnya itu batal(tidak sah)”. (HR Abu Daud, Tirmiziy)

4 . Ibu si perempuan

Ulama menganggap sunat meminta persetujuan ibu si perempuan dalam masalah pernikahan anak perempuannya. 

Nabi Muhammad SAW, bersabda:

امروا النساء في بناتهن

“ Ajaklah ibu-ibu bermusyawarah tentang anak-anak perempuan mereka” (HR Ahmad, Abu Daud)

Jika semua pihak yang bersangkutan telah sepakat dan setuju, baik ayah, ibu, si gadis( calon istri), calon suami, dan seluruh kerabat kedua belah pihak, maka perkawinannya akan harmonis dan bahagia, sehingga terwujudlah pilar-pilar rumah tangga yang dikehendaki oleh Allah SWT, yaitu rumah tangga yang tenang, penuh cinta dan kasih sayang, yang merupakan bagian dari kekuasaan Allah SWT.

Allah SWT, berfirman:

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

“ Dan diantara tanda- tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenang kepadanya, dan Dia menjadikan diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar- benar terdapat tanda- tanda bagi kaum yang berfikir”.( Ar- Rum: 21)

Inilah yang dapat saya sampaikan..Mudah-mudahan bermanfaat.

0 comments:

Post a Comment